Kamis, 05 Januari 2012 6:52:00 AM

Buah dari sifat kehati-hatian



Assalamuala'ikum..

Sebagai makhluk sosial manusia tidak pernah lepas
dari perselisihan dan perdebatan. Penyebabnya bisa
bermacam-macam, demikian juga dengan ujung
perselisihan tersebut, ada yang berdamai, ada pula
yang terus saling memusuhi. Jika mereka orang yang
berakhlak mulia maka akhir permasalahan adalah kedamaian dan hikmah yang luar biasa, namun jika
mereka orang-orang yang serakah dan sombong -
wal iyadzu billah- maka permasalahan yang sepele
bisa berujung ke pertumpahan darah.


Pembaca -rahikumullah-, menjaga diri dari
keharaman (wara’ atau iffah) adalah hal yag sangat mulia. Oleh karena itu, sifat wara’ patut menjadi
perhiasan setiap muslim. Dengan memilki sifat
tersebut, hilanglah sifat serakah dan tama’ terhadap
urusan dunia. Pemilik sifat ini akan mendahulukan
hak orang lain dari pada haknya sediri, sehingga
permusuhan, pertikaian dan saling membelakangi dapat dihindari dan akahirnya hati pun penuh
dengan kedamaian.

Kisah shahih berikut ini adalah bukti nyata bahwa sifat wara’ dan zuhud dari harta dunia bila
menghiasi seseorang muslim dapat menyatukan hati
yang berseteru. Namun jika dia sirna dari dada
manusia, maka yang terjadi adalah saling tadaabur
(saling membelakangi) dan takholuf (saling
bertikai).

Semoga kita dapat mengambil mutiara hikmah dari kisah shahih berikut ini untuk selanjutnya mengamalkannnya dalam kehidupan kita sehari-
hari, sehingga sifat wara’ terpatri dalam jiwa kita,
menjadikan diri kita uswah bagi saudara kita dan
menjadi cerminan indahnya akhlak ihsan yang
mengikuti sunah Nabiwiyyah. Wallahul Muwaffiq.


Al-Kisah

Dari sahabat Abu Hurairah ia berkata, “Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada
seorang pembeli tanah perkarangan dari seorang
yang lain, kemudian secara tidak sengaja sang
pembeli tersebut menemukan sebuah tembikar
berisikan emas di dalam tanah yang dibelinya. Sang pembeli tanah itu berkata kepada penjual tanah,
‘Ambilah emasmu ini, karena aku hanya membeli
tanah saja darimu dan tidak membeli emas.’ Sang
penjual tanah itu menjawab, ‘Sesungguhnya saya
sudah menjual tanah itu kepadamu beserta isinya,
(maka emas itu menjadi milikmu pen.).’ Kemudian keduanya sepakat mengajukan perkaranya kepada
seseorang, maka laki-laki tersebut akhirnya
memberikan keputusan, ‘Apakah kalian berdua
memiliki anak?’ Maka salah satu dari keduanya
menjawab, ‘Aku memliki seorang anak laki-laki.’
Dan berkata yang lain, ‘Aku memliki seorang anak wanita.’ Kemudian laki-laki itu mengatakan,
‘Nikahanlah keduanya dan sedekahkanlah harta itu
untuk keduanya.’ Maka mereka pun
melakukannya.”

Kisah diatas diriwayatkan oleh Al-Imam Bukhari
dalam kitab Ahaditsul Anbiya’ (3472) dan Imam
Muslim dalam Kitabul Aqdiyah bab Islahul Hakim
bainal Mutahassinain (1721).


Pelajarang dari Kisah

Kisah diatas sungguh sangat menakjubkan, kita
mendapati perbedaan yang nyata antara jiwa yang
wara’ dengan kondisi masyarakat modern yang
kebanyakan tidak memiliki sifat mulia ini, sekali
pun kebanyakan mereka mengaku sebagai manusia
beradab dan berakhlak.

Jika saja kasus ini terjadi d tengah-tengah
masyarakat kita, mungkin saja pihak pembeli akan
mempertahankan emas itu dengan berdalih bahwa
dia telah membeli tanah itu berserta semua isinya.
Sedang pihak penjual akan mempertahankannya
mati-matian dengan dalih bahwa dia hanya menjual tanahnya saja, tidak termasuk emas dalam tembikar
yang terpendam.

Insan yang memilki sifat wara’ sangat khawatir bila
dalam hartanya terdapat harta orang lain, ia tidak
mau menanggung dosa karena memiliki harta yang
bukan haknya, mereka mengimani hari
pertanggungjawaban.

Seorang yang shalih lagi wara’ memahami bahwa
memakan harta yang haram dapat mendatangka
kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, bahkan
dapat menjerumuskan pelakunya ke dalam neraka.
Dia memahami pula bahwa pada hari kiamat
kebaikan-kebaikannya akan diambil oleh orang yang dizalimi.

Seseorang yang cerdas akan berhati-hati jangan
sampai dirinya memakan harta yang haram,
sebagaimana ia akan selalu berusaha mencari dan
memberikan harta itu kepada pemiliknya
sebagaimana yang dilakukan oleh dua orang dalam
kisah di atas.

Memang benar, manusia memilki sifat tamak
teradap barang berharga seperti emas, perak, dan
yang lainnya sebagaimana hal ini dinashkan oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya,

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia
kecintaan kepada apa-apa yang diinginkan, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari
jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang
ternak, sawah lading. Itulah kesenangan hidup di
dunia, dan di sisi Allohlah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Al-Imran: 14)

Bahkan kecintaan manusia tersebut terkadang
menjadikan mereka saling hasad, saling membenci,
dan saling membelakangi, bahkan berani
menghalalkan sesuatu yang haram, membunuh jiwa
yang terjaga darahnya dan membuahkan
pesengkataan yang berkepanjangan.

Raab kita Subhanahu wa Ta’ala telah megabarkan,
bahwa penyakit ini pun menjangkiti orang-orang
paham agama, Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya
sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan
rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta
orang dengan jalan bathil dan mereka menghalang-
halangi (manusia) dari jalan Alloh. Dan orang-
orang yang menympan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Alloh, maka
beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka
akan mendapat) siksa yang pedih.” (QS. at-Taubah:
34)

Sifat yang demikian mulia ini mudah didapati pada
orang-orang terdahulu. Dahulu ada seorang mujahid
membawa harta yang sangat banyak kemudian ia
berikan kepada panglima perangnya untuk
digunakan di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
ia tidak mengambil darinya sedikit pun. Sifat tersebut sepertinya sudah jarang dijumpai pada
zaman kita sekarang ini. Alhamdulillah di tengah
zaman matrealistis ini, masih ada segelintir orang
yang dirahmati Allah dengan dikaruniai sifat mulia
ini, tentunya jumlah mereka sangat langka.
Nasalulloh al-‘afiyah.


Catatan

Dalam syariat kita, emas tersebut adalah hak
penjual, karena emas dalam tembikar itu bukanlah
bagian dari tanah yang dijual, tapi emas itu adalah
barang lain yang terpisah dari tanah, sehingga ia
tidak masuk dalam akad jual beli tanah tersebut,
berbeda jika emas itu masih menyatu dengan tanah berupa bahan tambang.

Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan, “Adapun hukum
dari masalah ini, para ulama mengatakan, jika
seseorang menjual tanah kepada orang lain. Lalu si
pembeli itu mendapatkan sesuatu yang dipendam di
dalamnya baik emas atau yang selainnya, maka dia
tidak berhak memilikinya, tetapi harta itu adalah milik penjual tanah tersebut. Bila penjual tersebut
dahulunya membeli tanah itu dari orang lain, maka
harta itu adalah haknya pemilik tanah yang
pertama, karena harta yang terpendam tersebut
bukan bagian dari tanah yang ia beli. Berbeda
dengan barang tambang, bila seseorang membeli sebidang tanah lalu ia mendapati dalam tanah yang
ia beli tersebut barang tambang baik emas, perak,
besi, atau yang selainnya maka barang-barang
tersebut mengikuti kepemilikan (pembeli) tanah
tersebut.” Wallahu a’lam.

Mutiara Kisah

1. Keutamaan sifat wara’ dan meninggalkan hal
syubhat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang meninggalkan barang syubhat
maka sunggih ia telah membersihkan agama da
kehormatannya, dan barangsiapa yang
menjerumuskan ke dalam syubhat berarti ia telah
terjatuh pada keharaman, seperti pengembala yang
mengembala di sekitar daerah larangan maka hampir-hampir ia masuk ke dalamnya…” (HR.
Bukhari, no.52 dan Muslim, no.1599)

2. Wajibnya mengembalikan barang temuan kepada
pemiliknya bila ia mengetahui siapa pemiliknya.

Apabila seseorang mendapati harta yang terpendam
dan memungkinkan baginya untuk mencari tahu
siapa pemiliknya, karena barang itu bukanlah
barang terpendam dalam kurun waktu yang sangat
lama, maka hukumnya adalah hukuman barang
luqothoh (barang temuan). Ia wajib mencari tahu siapa pemiliknya dan memberikan harta itu kepada
pemiliknya, namun bila harta tersebut adalah harta
yang terpendam lama dan merupakan harta
peninggalan di masa lampau yang tidak diketahui
lagi siapa pemiliknya, maka dia itu adalah harta
rikaz (harta karun) yang ia berhak memilikinya setelah ia mengeluarkan zakatnya sebesar (20%).

3. Dorongan untuk berbuat jujur dan wara’ dalam
bermuamalah

Kejujuran adalah barang mahal yang sering
dilalaikan di zaman kita sekarang ini, padahal
bersifat jujur dan zuhud dari apa yang diperebutkan
dan dicintai manusia akan mendatangkan kecintaan
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kecintaan manusia.

Dari Sahl bin Sa’ad beliau mengatakan,

Datang seorang laki-laki kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam seraya mengatakan, “Wahai
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
tunjukkanlah kepadaku suatu amalan jika aku
mengamalkannya maka Allah Subhanahu wa Ta’ala
akan mencintaiku dan manusia juga mencintaiku?” Maka beliau menjawab, “Zuhudlah dari perkara
dunia maka Allah akan mencintaimu dan zuhudlah
dari apa yang ada pada manusia maka manusia
akan mencintaimu.” (HR. Ibnu Majah)

4. Selayaknya bagi orang yang bersengketa untuk
melaksanakan keputusan hakim, selama keputusan
tersebut tidak bertentangan dengan Al-Kitab dan
sunah.

Dalam kisah diatas, keputusan yang diberikan laki-
laki itu sangat menakjubkan, dia telah mengikatkan
keduanya dengan pertalian kekeluargaan melalui
perkawinan. Perkawinan antara dua keluarga yang
sama-sama baik akhlaknya akan menguatkan tali
keimanan dan diharapkan nantinya akan menghasilkan keturunan yang berimand an
berakhlak mulia.

5. Syariat jual-beli telah ada pada umat-umat
sebelum kita, kerajinan tangan pun telah ada sejak
zaman dahulu dengan dalil dijumpainya bejana
berisikan emas di dalam tanah pada zaman itu.

6. Dikisahkan, sang pemutus perkara untuk
menyuruh mereka berdua menyedekahkan emas
yang mereka temukan kepada kedua anak mereka.
Hal ini merupakan dorongan bagi kita untuk
bersedekah dan berinfak di jalan Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Wallohu a’lam.

Wassalamu'alaikum..

Sumber: Majalah Al Furqon, Edisi 11 Tahun ke-7
1429 H / 2008

Memaafkan Seperti Rasulullah Sallallahu AlaihiWassalam


Ini adalah kisah teladan bagi umat manusia. Ini
adalah kisah dari seorang manusia yang mulia.
Seseorang yang begitu dikasihi oleh para makhluk
penghuni langit dan seisi dunia. Dialah kekasih
Allah, Rasulullah Sallallahu Alaihi wassalam, yang
namanya akan terus abadi dan terukir dihati para pengikut beliau, bahkan sampai di akhir jaman. Ini
adalah kisah dari seorang manusia yang mulia, yang
berakhlak mulia, dan yang akan selalu di muliakan.

Sebuah kisah berawal di sudut pasar Madinah Al-
Munawarah. Disana hiduplah seorang seorang
pengemis Yahudi buta, yang hari demi hari apabila
ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata
"Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia
itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan
dipengaruhinya".

Namun setiap pagi pula, Rasulullah sallallahu
alaihi wassalam mendatanginya. Beliaupun tak
pernah lupa untuk selalu membawakan pengemis
tersebut makanan. Semua itu beliau lakukan dengan
tanpa berkata sepatah kata pun. Dengan tetap
rendah hati dan penuh kasih sayang, beliau menyuap makanan yang dibawanya tersebut,
kepada sang pengemis. Dan setiap itu pula, si
pengemis tak lupa berpesan dengan kalimat yang
sama. Namun, Rasulullah Sallallahu alaihi
wassalam masih dan terus melanjutkan kebiasaan
itu, sampai akhirnya beliau wafat.

Suatu hari Abubakar r.a berkunjung ke rumah
anaknya Aisyah r.a. Abubakar r.a bertanya kepada
putrinya tersebut, tentang adakah sunnah dari
Rasulullah sallallahu alaihi wassalam yang belum
dikerjakannya. Aisyah r.a kemudian menjelaskan
bahwa setiap pagi Rasulullah Sallallahu alaihi selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan
makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang
berada di sana.

Keesokan harinya Abubakar r.a. pergi ke pasar
dengan membawa makanan dan menemui pengemis
buta itu. Beliau mendatanginya dan memberikan
makanan kepada si pengemis yahudi.

Ketika beliau mulai menyuapinya, tiba- tiba si
pengemis itu berteriak,
"Siapa kau ? engkau bukan orang yang biasa
mendatangiku. Apabila dia datang kepadaku, aku
tak perlu memegang dan mengunyah makananku
sendiri. Dia yang biasa menghaluskan makanan itu dengan mulutnya, setelah itu dia menyuapkannya
untukku", kata pengemis itu dengan nada marah.

Subhanallah, Abubakar r.a. terkejut mendengar
kalimat itu, dan selanjutnya beliau tidak dapat
menahan air matanya. Sambil menangis, Beliau
menceritakan kepada pengemis itu, bahwa beliau
memang bukanlah orang yang terbiasa datang
kepadanya. Dia adalah sahabat manusia mulia tersebut.

“Beliau adalah Rasulullah Muhammad Sallallahu
Alaihi Wassalam.” Lanjut Abu bakar r.a.

Mendengar cerita dari beliau, Seketika itu si
pengemis pun ikut menangis dan kemudian berkata,

“Selama ini aku selalu menghinanya,
memfitnahnya, tapi dia tidak pernah memarahiku
sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa
makanan setiap pagi. Dia benar- benar sangat
mulia” cerita sang pengemis dengan terisak.

Dan di akhir kisah, akhirnya si Pengemis Yahudi
buta tersebut, bersyahadat dihadapan Abubakar r.a.

Subhanallah, sungguh mulia pribadi Rasulullah
Sallallahu alaihi wassalam. Beliau mengajarkan
kepada kita tentang bersikap arif kepada orang
miskin, dan tetap memperlakukan sesama kita
dengan baik, walau bagaimanapun jahatnya mereka
atas kita. Beliau juga mengajarkan tentang kedalaman kebaikan dari sebuah memaafkan, dan
kasih sayang dalam mengasihi. Semoga rahmat
Allah selalu tercurah untuk beliau, Allahumma shalli
'ala Muhammad wa ala 'aali Muhammad.
(NayMa/Voa-islam.com)

Aku Seorang Muslim, TULEN!


Aku adalah Seorang Muslim Tulen
Yang kudu jalanin islam dengan paten
Dan aku merasa ini adalah sangat keren
Gimana nggak, dari Islam aku belajar untuk nggak
plin-plan
Dan kudu bisa teguh dengan sebuah pegangan Dan akidah bukanlah cuman sebagai gaya- gayaan
Dan akidah bukanlah cuma sebagai label pajangan


Islam ngedidik aku menjadi pribadi yang sip
Walaupun masih muda tapi kudu punya prinsip
Islam itu agama yang suci
Nggak boleh di nodai dengan selera yang nggak
jelas dengan alasan improfisasi
Walaupun mereka mengejek aku dengan sebutan aliran keras
Andai aja mereka tahu, ini bukan keras tapi tegas
Mereka yang harusnya tanya sama diri sendiri
Tentang prinsip mereka yang dengan gampangnya
bisa wara- wiri


Teman!...
Akidah adalah bukan masalah tawar-menawar
Yang kalo nggak suka, bisa dilepas dan.. ah cuma
sekedar hal yang datar



Dan akidah adalah bukan masalah tawar-menawar
Yang kalo nggak suka, bisa dilepas dan.. ah cuma sekedar hal yang datar Wahai temanku para muda,
Yang masih penuh dengan semangat didada
Apa yang sebenarnya kamu cari?
Sampai kamu menjadi tidak percaya diri
Dan akhirnya menjadi plagiat sejati
Padahal islam mengajarkan kita untuk selalu teguh hati
Memegang akidah yang benar- benar murni
Tak tercampuri kepentingan duniawi


Lalu mengapa kau relakan dirimu mengikuti tradisi
orang- orang kafir?
Kamu nggak ngerti atau memang nggak mikir?
Kalo yang begitu Adalah sangat dilarang dalam
islam
Kalo yang begitu adalah bisa membuat imanmu semakin kelam
kalo yang begitu adalah sesat dan menyesatkan
Kalo yang begitu adalah hal yang sungguh
mengerikan


Maka jangan ganggu mereka
Jika mereka tidak dahulu mengganggu kita
Tapi juga jangan pernah ikuti mereka
Kita adalah muslim tulen
Yang seharusnya bersikap so gentlemen
Yang juga HARUS punya prinsip tegas Nggak sekedar ikut arus yang nggak jelas!


Jangan risau dengan rejeki
Jangan risau dengan caci maki
Allah maha pembela, bagi hambanya yang bertahan
Bertahan dalam kemurnian islam dan iman
bertahan dalam akidah suci
Walau dengan itu, duniamu terasa terkunci


Allah Akan bangga kepadamu
Atas imanmu yang begitu terjaga
Dan akidahmu yang sangat berharga
Jadi Ingatlah, wahai temanku para muda...
Jangan pernah tukar Allah dengan dunia
Jangan pernah tukar Allah demi yang sedikit Yang akhirnya hanya pasti akan buat kamu sakit
Hanya Allah yang kau punya, bahkan saat kau tidak
mempunyai apa- apa lagi
Dan dijamin kau pasti tidak akan rugi
Pilihanmu adalah yang paling terbaik dan paling
terpuji


Lalu mengapa kau masih merelakan dirimu
mengikuti tradisi orang- orang kafir?
Kamu nggak ngerti atau memang nggak mikir?
Kalo yang begitu Adalah sangat dilarang dalam
islam
Kalo yang begitu adalah bisa membuat imanmu semakin kelam
kalo yang begitu adalah sesat dan menyesatkan
Kalo yang begitu adalah hal yang sungguh
mengerikan. (NayMa/voa-islam.com)

Makna Selembar Kain Yang Menutup Wajah


Makna selembar kain yang menutup wajah anggun itu, ia bukanlah tempat bersembunyi agar wajah pas-pasan tidak terlihat, bukan pula tempat menutup wajah cantik nan menawan, ia adalah kain penutup yang bermakna ketakwaan. Ketakwaan seorang wanita pada Allah dan Rasul-Nya, sebagai bentuk rasa berserah sang hamba pada-Nya.

Makna selembar kain yang menutup di wajah ini, ia bukanlah sarana untuk membanggakan diri agar terlihat lebih baik daripada yang lain, bukan pula alat untuk unjuk gigi agar disebut shalihah ketimbang yang tidak menutup muka, juga bukan benda yang difungsikan untuk pamer dan riya’. Ia adalah pakaian anggun yang mempunyai fungsi sebagai pengontrol, agar terkendali sikap ini berbuat
aniaya dan hina. Pengendali agar diri tidak terjerat pada ajang tebar pesona, entah di dunia nyata atau maya.

Makna selembar kain yang menempel di wajah ini, ia bukanlah kain yang dikenakan untuk tujuan meraup simpati, tidak juga untuk tebar pesona dan gengsi. Ia adalah kain yang mempunyai berlapis- lapis manfaat, agar terjaga pandangan ini, terjaga sikap ini pada lawan jenis yang bukan mahram, juga untuk melindungi diri dari gangguan manusia jahil.

Makna selembar kain di wajah ini, ia bukanlah alat untuk meneriakkan ‘aku wanita bercadar yang lebih baik dari kalian yang tidak bercadar’, tetapi ia adalah alat untuk menutup aurat dan membedakan jati diri muslimah dengan yang lain, yang dikenakan bukan untuk merasa lebih baik dari yang tidak bercadar. Ia adalah alat untuk mengukur diri, sudah benarkah sikap ini sebagai muslimah sejati? Juga sebagai alat untuk menahan diri dari kehidupan dunia gemerlap.

Makna selembar kain yang melekat di wajah ini, ia bukanlah kain yang cukup diartikan sebagai penutup wajah saja. Ia adalah kain yang hendaknya membuat diri pemakai semakin giat mencari tahu, kenapa harus mengenakannya, agar pemakai tidak jatuh pada taqlid/buta.

Makna selembar kain yang membalut diwajah ini, ia
bukanlah pertanda bahwa berarti pemakainya adalah manusia istimewa, tetapi dari kain itulah wanita belajar agar istimewa, menghindari pujian, menepis sanjungan, menolak simpati murahan.

By: Yulianna PS Penulis Kumcer “Hidayah Pelipur Cinta” [voa-islam.com]
 
powered by blogger.com and maxwidth build 0.01 mobile template